Bahkan ada Aroma PP tersebut hanya akal-akalan untuk Gebuk Ormas yang tidak disukai Rezim
Jokowi Teken PP 58 Tahun 2016, Ormas Didirikan Warga Negara Asing Boleh Melakukan Kegiatan di Indonesia
Jakarta.Oneline- Dengan pertimbangan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 19, Pasal 40 ayat (7), Pasal 42 ayat (3), Pasal 50,
Pasal 56, Pasal 57 ayat (3), dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Presiden Joko Widodo pada 2
Desember 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 58
Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Menurut PP ini, Organisasi Kemasyarakatan atau Ormas didirikan oleh
tiga orang Warga Negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang
berbadan hukum yayasan. “Ormas dapat berbentuk: a. badan hukum; atau b.
tidak berbadan hukum,” bunyi Pasal 3 ayat (1) PP tersebut.
Dilansir situs resmi Setkab RI, Jumat (9/12/2016), Ormas berbadan
hukum, menurut PP ini, dapat berbentuk perkumpulan atau yayasan.
Sementara Ormas tidak berbadan hukum dapat memiliki struktur
kepengurusan berjenjang atau tidak berjenjang, sesuai Anggaran Dasar
(AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) Ormas.
PP ini menegaskan, Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah
mendapatkan pengesahan badan hukum dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam hal
Ormas sudah medapatkan pengesahan badan hukum, menurut PP ini, maka
Ormas tersebut tidak lagi memerlukan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Adapun Ormas tidak berbadan hukum, menurut PP ini, dinyatakan terdaftar
setelah mendapatkan SKT yang diterbitkan oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Pendaftaran Ormas yang memiliki stuktur kepengurusan berjenjang,
menurut PP ini, dilakukan pengurus Ormas di tingkat pusat. Selanjutnya
pengurus Ormas sebagaimana dimaksud melaporkan keberadaan
kepengurusannya di daerah kepada pemerintah daerah setempat dengan
melampirkan SKT dan kepengurusan daerah.
Demikian juga Ormas yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum harus
melaporkan keberadaan pengurusnya di daerah kepada Pemerintah Daerah
setempat dengan melaporkan surat keputusan pengesahan statis badan hukum
dan susunan kepengurusan di daerah.
“Pengurus Ormas harus mengajukan perubahan SKT apabila terjadi
perubahan nama, bidang kegiatan, nomor pokok wajib pajak, dan/atau
alamat Ormas,” tegas Pasal 16 PP ini.
Menurut PP ini, Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat
melakukan kegiatan di wilayah Indonesia, yang terdiri atas: a. badan
hukum yayasan asing atau sebutan lain; b. badan hukum yayasan yang
didirikan oleh warga negara asing bersama warga negara Indonesia; atau
c. badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing.
“Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain sebagaimana dimaksud
wajib memiliki izin prinsip yang diberikan oleh menteri yang
menyelenggaran urusan luar negeri dan izin operasional yang diberiken
oleh pemerintah atau pemerintah daerah,” bunyi Pasal 35 PP No 58 Tahun
2016 itu.
Badan hukum sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, disahkan oleh menteri
yang menyelengggaran urusan pemerintah di bidang hukum dan HAM setelah
mendapatkan pertimbangan Tim Perizinan.
Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas serta menjamin
terlaksananya fungsi dan tujuan Ormas, menurut PP ini, dilakukan
pengawasan secara internal dan eksternal.
Pengawasan internal dilakukan oleh pengawas internal, dan berfungsi
menegakkan kode etik organisasi. Sedangkan pengawasan eksternal
dilakukan oleh masyarakat, Pemerinah, dan/atau pemerintah daerah.
“Pengasan ekster oleh pemerintah dikoordinasikan oleh: a. Menteri untuk
Ormas berbadan hukum Indonesia dan tidak berbadan hukum; dan menteri
yang menyelengggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri bagi
Ormas berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lain,” bunyi Pasal 45
ayat (2a, b).
PP ini juga menegaskan, bahwa p emerintah dan/atau pemerintah daerah
sesuai lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administrative
kepada Ormas yang melanggar kewajiban dan larangan.
Sanksi administratif itu terdiri dari: a. peringatan tertulis;
b.penghentian bantuan dan/atau hibah; c. penghentian sementara kegiatan;
dan/atau d. pencabutan SKT atau pencabutan status badan hukum.
Ditegaskan dalam PP ini, penjatuhan sanksi penghentian sementara
kegiatan Ormas oleh Pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari
Mahhkamah Agung.
Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian
sementara kegiatan, maka menurut PP ini, menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat
menjatuhkan sanksi status badan hukum.
Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap Ormas berbadan hukum
yayasan asing atau sebutan lain, menurut PP ini, diatur dengan peraturan
pemerintah tersendiri.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,”
bunyi Pasal 74 PP No 58 Tahun 2016, yang telah diundangkan oleh Menteri
Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 6 Desember 2016.